Sampah memiliki dua sisi. Di satu
sisi merugikan, namun di sisi lainnya dapat memberikan keuntungan. Pemerintah
Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat (Jabar), sedang dipusingkan dengan sampah
yang terus menumpuk di TPS karena terbatasnya truk pengangkut sampah dan
kapasitas TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung yang segera habis. Kota ini pun
kembali terancam menjadi kota sampah tanpa upaya jitu memanfaatkan sampah
tersebut.
Padahal sudah banyak pihak yang
membuktikan bahwa sampah sebenarnya memiliki keuntungan, seperti menjadikannya
pupuk kompos organik atau bahkan mengubahnya menjadi energi alternatif
terbarukan. Salah satunya yang dikembangkan Sonson Garsoni. Alumnus Institut
Pertanian Bogor (IPB) yang menjabat wakil Ketua Kadin Jabar ini mampu mengubah
sampah dan kotoran ternak menjadi energi biomassa dan pupuk organik.
"Banyak ide untuk
memproduksi energi terbarukan, termasuk biomassa, misalnya dengan memanfaatkan
tanaman jarak atau ubi-ubian. Tetapi kalau tanamannya tidak tumbuh, usaha ini
akan terhenti. Satu-satunya bahan baku biomassa yang terus ada bahkan tidak
dimanfaatkan adalah sampah organik atau kotoran ternak. Dari situlah saya
kepikiran," ujar dia saat ditemui di workshop-nya di Jalan Raya Banjaran
390, Kabupaten Bandung, belum lama ini.
Ia kemudian menjadi inisiator
bagi pengembangan instalasi mini pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBM) diKabupaten Bandung. Sonson mengaku mulai memproduksi sebuah reaktor mini yang
dinamakan digester biogas sejak awal 2011. Uji coba pertama dilakukan di rumahnya
dengan kapasitas digester 3.000 liter. Digester berbentuk kubus dengan bagian
atas berbentuk bola setengah lingkaran. Digester terbuat dari fiber warna
hijau. Bahan fiber dipilih karena antikarat dan mampu bertahan hingga 10 tahun.
Dengan kapasitas sebesar itu,
saat dimasukkan campuran sampah organik, kotoran sapi, dan air seberat 150 kg,
dapat menghasilkan energi biomassa untuk listrik 1.000 watt yang dapat bertahan
selama enam jam. Biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak tujuh keluarga dan
hasil lainnya adalah pupuk cair dan pupuk kompos. Jika biomassa habis, harus
dimasukkan sampah, kotoran ternak, dan air dengan ukuran yang sama. Demikian
setiap harinya.
Dia menginvestasikan dana 25 juta
rupiah untuk membangun digester, pipa gas, dan kompor gas yang sudah
dimodifikasi. "Untuk menyalakan listrik memang diperlukan genset, tetapi
bahan bakar genset sudah menggunakan biogas yang dihasilkan dari reaktor mini
tersebut," tambahnya.
Sampah organik dan kotoran ternak
yang dicampur dan difermentasi, selain menghasilkan biogas, ternyata mampu
menghasilkan pupuk cair. Kini, ia sudah mampu memproduksi 300 liter pupuk cair
per hari. Harga jualnya cukup lumayan, antara 20 ribu hingga 30 ribu rupiah per
liter. Konsep zero waste berlaku di sini.
Kini, usaha tersebut semakin
diminati. Melalui perusahaan yang dibentuk bersama dengan warga sekitar, PT
Sinar Kencana sudah banyak menerima pesanan untuk membuat reaktor mini
pembangkit biomassa. Kapasitas digester buatannya pun ditingkatkan, mulai 3.000
liter, 5.000 liter, dan 7.000 liter sesuai kemampuan investor.
Sejak 2011 hingga akhir 2012,
sebanyak 33 unit mini PLTBM telah dibuat, di antaranya di pinggiran Danau
Semayang Kutai Kartanegara dengan kapasitas 25 kilovolt ampere (KVA). Unit
lainnya di Tangerang, Serang, Sigi (Palu), Mempawah (Kalbar), Tenggarong
(Kaltim), Ciparay, serta Banjaran (Kabupaten Bandung).
Lokasi pembangunan reaktor
biomassa mini itu berada di daerah yang terpencil, biasanya di kawasan hutan
atau peternakan. Di wilayah Kutai, misalnya, energi biomassa didapat dari
tanaman eceng gondok yang mengotori Danau Semayang. "Ribuan ton eceng
gondok dipasok untuk dicacah dan difermentasi untuk membangun energi listrik
tenaga sampah di sana. Kini, sekitar 900 warga sekitar danau sudah teraliri
listrik. Sebelumnya, desa itu gelap gulita," ujar dia.
Pemanfaatan sampah atau kotoran
ternak kembali pada semangat pemerintah daerah setempat. Di Kutai, yang
memprakarsai adalah pemerintah daerah, sementara sisanya dikembangkan pihak
swasta.
Terkait masalah sampah di Kota
Bandung, ia menegaskan hal itu pun bergantung pada kemauan pemerintahnya. Soal
teknologi, ia yakin banyak ahli yang mampu memecahkan masalah sampah di Kota
Bandung, namun pemkot lebih percaya dengan China. Pemkot Bandung memang
berencana membangun pembangkit listrik tenaga sampah di sekitar Gedebage, namun
rencana itu sudah lima tahun belum juga terealisasi. teguh rahardjo/P-3
Naskah asli,
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/109788
Dengan membangun instalasi mini
Pembangkit Listrik Tenaga Biomas (PLTBM), dari tiap 150 kg biomas dalam
instalasi digester 3 m3 akan dihasilkan output sekurangnya 6 m3 biomethan serta
300 liter pupuk organik cair (POC) per hari.
Biomethan ( biogas murni)
sebanyak 6 m3 tersebut diatas akan mampu memberi bahan bakar bagi nyala genset
sebanyak 6 KWH, atau bagi Genset 1 KVA ( 1000 Watt) akan menyala 6 jam.
Sementara itu jika 6 m3 biomethan digunakan pada kompor gas, setara dengan 2.88
kg LPG. Dan, disamping kedua manfaat energi diatas, dihasilkan 300 liter pupuk
organik cair (POC) setiap hariDengan membangun instalasi mini Pembangkit
Listrik Tenaga Biomas (PLTBM), dari tiap 150 kg biomas dalam instalasi digester
3 m3 akan dihasilkan output sekurangnya 6 m3 biomethan serta 300 liter pupuk organik
cair (POC) per hari. Biomethan ( biogas murni) sebanyak 6 m3 tersebut diatas
akan mampu memberi bahan bakar bagi nyala genset sebanyak 6 KWH, atau bagi
Genset 1 KVA ( 1000 Watt) akan menyala 6 jam. Sementara itu jika 6 m3 biomethan
digunakan pada kompor gas, setara dengan 2.88 kg LPG. Dan, disamping kedua
manfaat energi diatas, dihasilkan 300 liter pupuk organik cair (POC) setiap
hari
Sejak 2011 hingga akhir 2012,
sebanyak 33 unit mini PLTBM telah dibuat, di antaranya di pinggiran Danau
Semayang Kutai Kartanegara dengan kapasitas 25 kilovolt ampere (KVA). Unit
lainnya di Tangerang, Serang, Sigi (Palu), Mempawah (Kalbar), Tenggarong
(Kaltim), Ciparay, serta Banjaran (Kabupaten Bandung).Sejak 2011 hingga akhir
2012, sebanyak 33 unit mini PLTBM telah dibuat, di antaranya di pinggiran Danau
Semayang Kutai Kartanegara dengan kapasitas 25 kilovolt ampere (KVA). Unit
lainnya di Tangerang, Serang, Sigi (Palu), Mempawah (Kalbar), Tenggarong
(Kaltim), Ciparay, serta Banjaran (Kabupaten Bandung).
Sumber : KORAN JAKARTA, Selasa,
08 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar